Minggu, 24 April 2016

[REVIEW] Not A Perfect Wedding by Asri Tahir

Edit Posted by with No comments
Not A Perfect Wedding by Asri Tahir
Paperback312 pages
Published March 4th 2015 by Elex Media Komputindo
ISBN 9786020258973
[SINOPSIS]
Raina Winatama: Di hari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku. Bukan karena dia melarikan diri. Tapi dia pergi untuk selamanya. 

Prakarsa Dwi Rahardi : Di hari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku. Bukan karena dia melarikan diri. Tapi aku harus pergi untuk selamanya. 

Pramudya Eka Rahardi : Di hari pernikahan adikku, aku harus menjadi mempelai laki-laki. Menjalankan sebuah pernikahan yang harusnya dilakukan oleh adikku, Prakarsa Dwi Rahardi.

Editor’s Note 
Pernikahan yang indah adalah impian setiap orang di dunia ini. Tapi bagaimana jadinya kalau akhirnya Anda harus menikah dengan orang yang sebelumnya bahkan tidak pernah Anda temui? 

Not A Perfect Wedding menghadirkan fakta bahwa belajar mencintai adalah satu-satunya cara. Tidak ada yang tidak mungkin. Ketulusan seseorang akan mengalahkan kekerasan hati, ketulusan dan cinta akan membalut luka dan menyembuhkannya. Not A Perfect Wedding akan menunjukkan caranya bagi pembaca.

[REVIEW]

Pram, Reina dan Raka
Cinta Segitiga yang jarang saya temui. But this book actually really good and makes me fall in love in begining of chapter. Penulisannya minim typo dan membuat saya nyaman-nyaman saja membacanya. Setiap deskripsi mengenai cerita dituangkan secara detil sehingga membuat saya terhanyut dalam kehidupan Raina. 

Yes, Raina or Rain (Thats what Pram's call her) adalah heroine dari buku karangan kak Asri Tahir. Rain memiliki karakter yang cukup kuat menurut saya. Di dalam cerita Rain berpacaran atau bertunangan dengan Raka. Bagi Rain, Raka adalah kekasih sempurnanya. Lalu apa peran Pram di sini?
Pram sendiri adalah kakak lelaki dari Raka. Satu-satunya orang (yang menurut Raka) sangat dipercaya oleh Raka sendiri. Pram sendiri diceritakan belum menikah dan tinggal di London. Meskipun saya suka banget dengan buku ini, tapi tetap saja ada beberapa bagian yang janggal. Contohnya ketika Raka berkata kepada Pram bahwa seandainya Pram jatuh cinta pada Raina, ia tetap akan mengalah. Yang kemudian membuat saya berpikir adalah mengapa begitu? Setiap pembaca pasti bertanya-tanya bukan setiap kata yang terlontar pasti ada alasan dibaliknya. Begitu pula saya yang bertanya mengapa Raka mengucapkan hal seperti itu? Apa yang membuatnya bersikap seperti itu kepada Pram? Dan sampai akhir cerita menurut saya belum dijelaskan secara gamblang.

Namun ternyata takdir mempermainkan hubungan asmara antara Rain dan Raka. Tuhan yang lebih jatuh cinta pada Raka membuat Raka terlebih dahulu meninggalkan dunia. Satu lagi yang membuat saya terasa janggal pada cerita ini. Kak Asri Tahir menceritakan bahwa Raka meninggal sehari sebelum pernikahannya dengan Raina. Kemudian sebelum Raka meninggal ia berpesan kepada Pram, sang kakak untuk menggantikannya. Sedikit drama menurut saya. Orang memang akan meninggal namun tidak akan langsung meninggal saat itu juga. Terlebih ketika Raina sadar bahwa yang berada di pelaminan bukanlah Raka melainkan Pram. Saat ia bertanya-tanya dimana Raka, Pram membawa Raina ke makam dimana Raka disemayamkan. Disitulah saya ikut bertanya-tanya. Kapan Raka dikuburkan? Kapaaaan? 

Bayangkan saat ketika Raka meninggal disiang hari, lalu apa tidak ada proses ini itu ini itu yang melibatkan berbagai pihak? Setidaknya baru dapat dimakamkan besok harinya. Namun saat itu juga Raka dapat dimakamkan. Canggih bener bukan? 

Inilah alasan mengapa saya ingin ikut menjadi seorang penulis. We create story and make them life. 

Saat mengetahui Raka meninggal tentu saja Raina tidak langsung menerimanya. Ia merasa terpuruk terlebih lagi ketika Pram telah menjadi suaminya. Sedikit kesal dengan tingkah Rain yang kekanakan terhadap Pram yang begitu sabar. Namun saya yang lebih menyukai lelaki alpha male juga sedikit geram dengan tingkah Pram yang terus bersabar dan rela diinjak oleh Raina.

Di awal pernikahan Pram dengan Rain yang terkesan terpaksa sedikit membuat saya bertanya, mungkinkah terdapat orang ketiga? Karena Pram dibuat terkesan misterius dengan (lagi-lagi) masa lalunya. Dan voila ! Muncul tokoh Clara di sini. Yang lagi-lagi membuat saya mengernyit. Clara diceritakan hanya sepintas di awal. Kemudian cerita dibuat fokus kepada kehidupan Pram dan Raina. Seakan Clara hanya angin semilir saja. 
Di pertengahan barulah Clara di tampakkan dengan menemui Pram untuk meminta kejelasannya terhadap hubungan mereka. Ditambah ternyata fakta bahwa Pram dulu memiliki kekasih yang sangat ia cintai dan tak mampu dilupakan sebelum Clara. Alasan mengapa ia meninggalkan Indonesia juga. 

Masa lalu Pram dan hubungannya dengan Raina terkesan tarik ulur. Membuat saya geram namun juga senyum-senyum sendiri saat membaca kemesraan yang timbul diantara mereka. Bibit-bibit cinta yang mulai bersemi di hati keduanya. Tentu saja di sini ada beberapa karakter penyela yang menjadi orang ketiga. Namun kebanyakan berasal dari Pram. 

Buku ini tidak perfect seperti namanya Not A Perfect Wedding it's like Not A Perfect Story. Beberapa kekurangan di sana-sini namun masih dengan minim typo. Tapi cerita ini membuat saya tidak bisa move on dalam beberapa hari. Saya menyukai deskripsi cerita yang diberikan oleh penulis. Tidak terlalu berlebihan dan diimbangi oleh dialog. Sehingga tidak membosankan. Mungkin untuk penulis yang kurang hanyalah riset mengenai hal-hal kecil seperti di atas tadi. Konflik yang terjadipun cukup membuat pembaca seperti saya mengunyah kuku karena geram. Anti klimaks berserta ending cerita sukses besar membuat saya ingin menambah buku ini ke dalam rak buku. (Maklum karena ini title pinjam !)

You like Wedding theme's story? Then maybe you have to read this !

Story : 4/5
Romance : 4/5
Character : 4/5
Conflict : 3/5

Kamis, 21 April 2016

[Review] You Had Me At "HELLO" by Indah Hanaco

Edit Posted by with No comments

You Had Me At "Hello" by Indah Hanaco
Paperback360 pages
Published August 15th 2015 by Elex Media Komputindo
ISBN : 9786020270050
Edition Language : Indonesian

[SINOPSIS]
Inanna mungkin masih terlalu muda untuk membuka pintu yang membawanya pada pernikahan. Namun berbagai kecerobohan membuat gadis itu tidak punya pilihan. Inanna memilih menghabiskan sisa hidupnya bersama Alistair.

Cinta berhadir begitu dia menantang mata sewarna biru es itu. Harapan dilambungkan ke langit, sutau saat nanti inanna bisa bukankah mereka terikat sumpah di depan tuhan?

Tapi apa jadinya saat inanna tahu kalau Alistair cuma menganggapnya wujud kepingan masa lalu? Percayalah, cinta takkan pernah semenyenangkan itu.

[REVIEW]
Rekoor !! Ini mah rekooor banget saya. Saking hausnya membaca. Maklum selama sebulan lebih ga pegang atau nyium buku baru. Terus kepikiran, eh kenapa tidak pinjam buku saja? Akhirnya saya pinjam buku tapi secara elektronik. #Cihuyyy 

Kali ini yang saya baca buku dari karya Kak Indah Hanaco. Salah satu penulis Indonesia yang saya kagumi juga. You Had Me At Hello yang karena kepanjangan lebih baik saya singkat menjadi YHMH (noted : jangan dibaca Yam*h* ya !) Penasaran isi ceritanya karena melihat Covernya yang cantik banget. 

Buku ini diawali dengan Prolog atau pembuka dimana situasi tiba-tiba seorang gadis yang bernama Ina ini mempertanyakan keinginan lelaki ini. Hal itu cukup membuat saya bingung sebenarnya. Hanya saja saya maklum karena namanya juga Prolog. Memasuki lembar berikut saya diperkenalkan dengan tokoh utama sang gadis yang bernama Inanna atau Ina. Nama yang cukup jarang saya dengan meskipun "Ina" sendiri sering terdengar. Ina ini memiliki seorang kembaran. Hanya saja fokus cerita pada Ina ya. Karakter Ina sendiri seorang gadis yang tomboy dan keras kepala. Kalau saya bilang manja dan egois. Hanya ia tipe gadis mandiri yang saya acungi jempol.

Karena sesuatu sebab (masalah besar) Ina dan kembarannya akan dijodohkan oleh sang Ayah. Jelas sajalah Ina menolak mati-matian apalagi mengingat sifatnya yang keras kepala. Namun karena takut ayahnya mengusir Ina akhirnya gadis itu menerima permintaan sang ayah dengan berat hati. Nama pria itu Martin. Mulanya saya berpikir Martin'lah sang hero. Namun ternyata pandangan itu berubah ketika tanpa sengaja Ina menabrak sebuah mobil di jalan (note : iyalah di jalan ! Masa di laooot). Dari sanalah Ina bertemu dengan Alistair. Yang lagi-lagi nama ini jarang saya jumpai.

Karakter Alistair ini menurut saya kurang kuat. Diawal ia terkesan misterius, pendiam dan kaku. Namun ketika pertengahan cerita ia digambarkan selalu tertawa dan begitu cerewet. Ina yang pada awalnya dijodohkan pada Martin pada akhirnya memilih Alistair. Siapa yang tidak mau dengan pemuda yang digambarkan sebagai sosok tampan bermata biru ? Alasan Ina memilih Alistair sendiri adalah karena ia menghindari Martin. Martin digambarkan bukan sosok ideal sebagai suami meski berprofesi sebagai dokter.

Yang membuat saya sebenarnya sedikit bosan dari buku ini adalah terlalu panjangnya narasi dan penjelasan tanpa diselingi dialog. Lebih baik dengan dialog karena hal tersebut entah mengapa membuat pembaca menjadi lebih nyaman. Mungkin diselingi dengan beberapa joke sehingga tidak merasa bosan. Selain itu saya cukup kesal dengan perjalanan cinta Ina. Ina yang terkenal tomboy tapi menjadi sangat penakut ketika ia menikah. Hal tersebut membuat saya sedikit mengerutkan kening. Di sini pula adegan romansa antara Alistair dan Ina sama sekali tidak dipublish dengan detail. Jadi membuat saya sebagai pembaca semakin bingung. Sama sekali tidak dapat feelnya. 

Belum lagi ditambah kecemburuan Alistair yang kurang beralasan menurut saya. Sedikit kurang masuk akal. Lalu ketika Ina menemukan kenyataan dibalik alasan mengapa Alistair menerima perjodohannya dengan Ina, Ina menjadi meledak-ledak. Bahkan ia tidak mau memaafkan Alistair. Cara ia marahpun menurut saya sedikit aneh. Alasannya pun kurang kuat menurut saya. Jika cinta mengapa ia tidak mendengar alasan terlebih dahulu dari sang lelaki? Cinta itu butuh pengorbanan. Lalu Alistair sendiri mengapa tidak berusaha lebih keras untuk menjelaskan? Karakter yang kurang kuat dari kedua tokoh membuat jalan cerita menjadi kurang menarik (Maaf Kak Indah). 

Di YHMH juga saya menemukan beberapa kalimat yang terlalu sering diulang oleh sang tokoh dan hal tersebut membuat saya semakin mengernyitkan dahi. Meski begitu karya romantisme ini layak dibaca untuk para teenager. Karena sama sekali tanpa adegan mesra (konotasi : seksual) bahkan hanya sebatas cium pipi saja. Meski saya heran mengapa cium pipi bisa menyebabkan kehamilan? Oh Oh Oh.

Lalu untuk konflik sendiri sedikit amburadul kalau menurut saya. Dan hanya sebatas angin lalu. Semacam cameo yang datang sepuluh menit. Seperti kehadiran Martin ketika mereka sudah menikah dan itu bisa dihitung dengan jari namun kemudian disebut-sebut dalam pertengkaran Ina dan Alistair. Lalu kembalinya masa lalu Alistair yang menurut saya hanya angin yang berhembus dua kali. Bahkan tidak sempat member penjelasan pada Ina. Meski begitu untuk penggemar tema pernikahan menurut saya mungkin menyukai genre yang seperti ini.

Story : 2/5
Romance : 3/5
Character : 3/5
Conflict : 3/5

Recommended? Maybe?

Selasa, 19 April 2016

[REVIEW] RE;READ : Piano di Kotak Kaca by Agnes Jessica

Edit Posted by with No comments

PIANO DI KOTAK KACA - AGNES JESSICA
Paperback376 pages
Published by PT Gramedia Pustaka Utama

[Sinopsis]
Wajah Sheila berubah murung. “Bapak mau bilang karena saya anak pembunuh, kan? Saya punya sifat kejam dalam diri saya, makanya berkali-kali saya mendapat masalah.”
“Kamu memiliki banyak sifat istimewa. Kamu perhatian pada orang lain, kamu ingin sekali terlibat secara emosional dengan manusia lain. Singkatnya, kamu sensitif dan peduli terhadap orang lain. Tapi orang-orang dengan sifat seperti ini punya kelemahan.”
“Apa kelemahannya?”
“Jika orang lain kurang peduli terhadapnya, ia akan membenci orang itu.”

Sebuah miniatur piano menjadi kenangan terakhir Sheila akan ibunya. Ibunya meninggal karena dibunuh ayahnya sendiri dan sang ayah dipenjara. Tinggal Sheila sebatang kara, tanpa kasih sayang orangtua di usianya yang masih belia.
Uluran tangan dari saudara angkat ayahnya ternyata membawa kepahitan lain. Sheila dijadikan pembantu di tempat tinggalnya yang baru dan berulang kali dianiaya secara mental. Sikap keras gadis itu sering kali dikaitkan dengan latar belakangnya yang berayah pembunuh. Sheila merasa takut akan emosinya yang mudah sekali meledak sehingga melukai orang-orang yang melukai harga dirinya.
Satu-satunya orang yang mengulurkan tangan tulus padanya hanyalah Bram, pria timpang yang memendam banyak kepahitan akibat kondisi fisiknya. Bisakah ikatan yang terjalin di antara mereka mengembalikan jiwa Sheila yang terluka dan merindukan ibunya?



[Review]
Actually this writer is one of my fave author. I has known her since I still in High School. Karya pertama yang saya baca adalah Jejak Kupu-Kupu yang memang sampai saat ini masih meninggalkan jejak di hati saya #cihuyy. 
Piano di Kotak Kaca sebenarnya sudah sangat lama saya baca. Masih ketika saya berseragam abu-abu. Karangan Agnes Jessica ini selalu mengambil sisi kekelaman hidup seseorang. Yang membuat saya ketika membacanya selalu bertanya, masihkah ada orang yang seperti ini di jaman yang modern? Entah.

Buku ini menceritakan mengenai sosok perempuan bernama Sheila yang tumbuh di dalam kekacauan rumah tangga. Ayahnya yang kerap kali bertengkar dengan sang ibu dan tidak jarang ia melayangkan tangan pada ibunya Sheila, bahkan hal tersebut telah menjadi rahasia umum di lingkungan rumahnya. Ketua RT'pun sampai mendatangi rumah Sheila untuk menegur pasangan suami-istri tersebut. Puncaknya adalah ketika Ayah Sheila tertuduh melakukan pembunuhan terhadap istrinya sendiri hingga di tangkap oleh kepolisian. Tinggalah Sheila sendiri di rumahnya. Sampai di sini sejujurnya saya kurang menyukai penjabaran yang dilakukan Agnes Jessica. Seakan ia melakukannya terburu-buru hingga melupakan detail lainnya. Sheila yang diceritakan masih kecil jarang sekali di ceritakan apakah ia bersekolah, bagaimanakah ia disekolah dan sebagainya. Memang ada beberapa paragraf yang menceritakan Sheila bersekolah, hanya saya merasa bahwa di sini sudut pandang dari Sheila sendiri tidak ada. Bagaimanakah perasaannya? Seakan hanya terfokus kepada pertengkaran ayah dan ibunya. Lalu adegan ketika kepolisian datang. Sebenarnya ketika menangkap tersangka, kita tak bisa menangkap pelaku jika tidak ada bukti khusus. Disana tidak dijelaskan bagaimana ayahnya bisa tertuduh dan bukti-bukti pendukungnya. Hal itu membuat saya merasa.. dalam bahasa jawa sebutannya "wagu". Semacam menonton sinetron Indonesia saja.

Singkat cerita, Sheila yang pada awalnya ditinggal oleh ayahnya akhirnya diambil dan dirawat oleh paman angkat atau adik angkat dari ayahnya. Hariyanto. Hariyanto ini digambarkan sebagai sosok yang baik hati dan memperhatikan kebutuhan Sheila. Namun tidak begitu dengan istrinya dan kedua anaknya. Sheila semacam Cinderella begitu. Bedanya Hariyanto tidak meninggal melainkan Sheila diusir atau lebih tepatnya diasramakan di sekolah khusus tempat anak-anak nakal bersekolah. Itu gegara ia tidak sengaja memukul kepala salah satu anak Hariyanto dengan kaca. Penyebabnya? Ada hubungannya dengan Piano Dalam Kotak kaca yang ditinggalkan oleh ibunya sebagai kenangan terakhir. Disini saya masih belum mendapatkan feel yang benar-benar pas. Rasanya flat saja karena lagi-lagi Agnes terlalu terfokus kepada penganiayaan yang diterima oleh Sheila.

Romansa muncul ketika Sheila yang bersekolah di asrama bertemu Bram. Bram adalah mantan aktor yang mengalami kecelakaan sehingga membuat kakinya pincang dan mukanya berparut. Bram seorang yang tertutup dan beralih profesi sebagai novelis misteri. Hanya perbedaan Bram dengan Sheila ini sekitar dua puluh tahunan. Saya sudah tidak terlalu terkejut membaca perbedaan umur mereka yang jauh. Kebanyakan novel Agnes begitu kali yaa. Di sini feel'nya mulai dapat dan terasa hanya entah mengapa kurang greget menurut saya. Bagaimana bisa Bram jatuh cinta pada Sheila meskipun mereka sangat jarang bertukar cerita?

Klimaksnya adalah ketika Sheila dan Bram yang terpisah karena sesuatu hal yang tidak memungkinkan mereka bersama. Hingga lima tahun kemudian Sheila dan Bram bertemu kembali dengan kondisi yang tak sama lagi. Sampai di sini saya menyukai ceritanya yang mengalir begitu saja. Meski banyak kekurangan detil di sana sini, saya tetap menikmatinya. Saya menyukai karakter Sheila yang slalu berterus terang dan gigih. Ia tidak menyerah kepada hidup. Sebuah nilai moral yang diajarkan dalam cerita ini. Mungkin yang kurang saya suka adalah sifat pedendam Sheila dan gelap matanya barang kali. Maklum, saya sendiri adalah tipe orang yang paling sabar dan selalu berpikiran logis, kecuali kalau bertengkar dengan pacar #eh. 

 Untuk tokoh Bram sendiri saya menyukainya. Ia karakter yang misterius namun lembut di dalam. Yang mungkin saya kurang suka adalah sifat pengecut Bram terhadap Sheila. Yah, no body's perfect bukan? Dan tidak ada novel yang perfect. Pasti ada kekurangannya. But i think, if you like the story about life and romance you should read this book. Saya merekomendasikan buku ini. Sedikit berat dengan alur cerita yang berbelit namun sangat pantas untuk dikoleksi. Selain itu di akhir cerita banyak kejutan yang di buat Agnes Jessica untuk para pembaca.

Story : 3/5
Romance : 3/5
Character : 4/5
Conflict : 4/5

Recommended? Yes !

Selasa, 05 April 2016

[Chuppachups] E-book or Paperback ??

Edit Posted by with No comments
Holla dolla golla. Ini tulisan cuap-cuap saya yang pertama. Entah mengapa rasanya sedih lihat blog saya yang hanya berisi review-review buku. Sebenarnya saya memang tipe yang paling malas buka leppy, Saya lebih suka menulis menggunakan tangan. Bukan karena saya gaptek lho yaa ! Hanya saja leppy saya memang sudah lama eror dan harus melulu di charger untuk dapat digunakan. Nah, males banget kan?
Chuppachups pertama ini saya mengangkat tema E-book or PaperBack? Tau'kan e-book itu apa? (noted : baca ibuk) E-book itu lhoo yang melahirkan kita ke dunia. #eh #krikkrik Bukan ding, melainkan e-book itu adalah buku elektronik yang bisa dimasukkan ke usbmu bahkan sekarang bisa dibuka melalui android dengan aplikasi moon reader or app reader lainnya. 



Mengapa saya memilih tema ini? Karena sering kali saya membaca perang para pecinta buku yang mengharamkan e-book. Jaman sekarang sih e-book bisa kamu dapatkan dimana aja, alias gratis. Bahkan ada beberapa olshop yang dibuka untuk pembelian e-book novel luar. Yah, saya tahu bahwa ittu merugikan para penulisnya. Karena bagaimanapun mereka menjadi penulis untuk bisa mendapatkan royalti. E-book itu bisa illegal dan bisa pula legal. Tahu kindle kan? yup, itu adalah salah satu e-book legal yang diperjual belikan oleh amazon. Tapi yang saya tahu itu kebanyakan novel luar. Entahlah kalau novel Indo.

Saya bukan tipe orang yang sok suci. Yang menentang adanya e-book karena blablabla. Justru saya mensyukuri dengan adanya e-book ini sedikit banyak permasalahan saya terselesaikan. Eits, bukan berarti saya tidak menyukai Paperback. Justru sebaliknya ! Akan lebih baik jika saya memiliki paperback. E-book itu adalah penolong dan penyelamat saya ketika saya tidak memiliki doku. alias lagi kering-keringnya nih kantong.

Yap, saya bukan anak manja yang apa-apa minta emaknya. Saya lebih menyukai ketika saya membeli buku, maka itu adalah uang hasil keringat saya sendiri. Koleksi saya yang sudah mencapai ratusan itupun adalah hasil keringat saya semenjak duduk di awal bangku kuliah. Bukan dari uang jajan yaaa. Uang jajan mah hanya 10% saja untuk menambah. 



Saya mencintai buku semenjak saya kecil. Dulu paling suka baca komik. Masih inget Nakayoshi? Shounen Star? Itu adalah buku pertama yang saya baca. Komik juga buku'kan? Tapi dulu ga pernah bisa yang namanya koleksi. Dibesarkan di keluarga yang otoriter membuat "komik" menjadi hal yang sangat tabu. Nabung seratus rupiah perhari buat beli komik yang dulu harganya masih dua ribu lima ratus. tapi Nakayoshi kalau gak salah lima ribu atau tujuh ribu lima ratus? Entah, sudah lupa. Dan itu saya beli bukan di toko buku. Bayangkan ! untuk mengkoleksi paperback saja sedemikian sulitnya untuk bocah sd macam saya. Terlebih ketika ketahuan tidak jarang buku itu dirobek atau dibakar oleh orang tua. 

Namun akhirnya koleksi saya itu menumpuk hanya saja tidak lengkap. begitupula dengan novel yang dulu masih murah-murahnya. Karena dulu saya belum mencintai buku sebesar sekarang, jadi saya sama sekali tidak memperhatikan kesehatan buku. Saya meletakkannya begitu saja dan tidak jarang novel saya menjadi tak berbentuk. Novel pertama yang dibeli oleh emak (baca : karena tugas esai makanya dibelikan) yaitu Fairish by Esti Kinasih saja sudah tak berbentuk. 
Ketika duduk di bangku kuliah saya berpikir, saya ingin membeli buku. Paperback. Bagaimana caranya? Waktu itu saya tidak mengenal yang namanya onlineshop. Hanya seputar dunia maya. Lalu entah mengapa saya berinisiatif mengumpulkan novel yang dulu saya punya dan tak terbaca dan menjualnya. Pada awalnya saya sempat mengalami jatuh bangun. Customer pertama saya protes karena ternyata buku itu palsu atau bajakan (waktu itu saya belum mengenal bagaiman buku bajakan dan tidak) sedikit kecewa dan sedih karena ternyata sebagian besar buku yang saya miliki bajakan !

Itu sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Dari sana saya mendapatkan uang untuk membeli koleksi novel dan komik sekarang ini. Namun saat ini lagi mandeg karena banyaknya onlineshop yang memperjual belikan paperback yang baru dan dengan harga terjangkau.



Saya penikmat paperback dan mencintai setiap lembar halamannya, Terlebih aroma buku yang sudah terpatri dibenak. Hanya ketika saya tidak memiliki dana untuk membeli Paperback itu sendiri saya yang notabene tidak bisa bertahan tanpa satu buku sebulan akhirnya memilih e-book. E-book menurut saya sangat membantu meredakan stress. Ketika cerita dalam e-book tersebut membekas dihati #ciee maka saya akan bertekad membeli paperbacknya. Sampai saat ini paperback yang belum mampu saya koleksi adalah paperback dari luar. Yah, english version selalu jauh lebih mahal. Belakangan ini Paperback lokal di Indonesia juga melonjak naik hingga saya ingin menangis. Beberapa bulan terakhirpun saya belum sanggup membeli sebuah novel. Jadi tidak ada salahnya bukan memilih e-book sebagai alternatif?

Lalu, bagaimana dengan kamu? E-book or Paperback?